Rabu, 19 Mei 2010

KAPITALISME INFORMASIONAL (Membaca Bahaya Kapitalisme Dalam Situs Jejaring Sosial Facebook)

"Hanya jarang seorang dapat menyaksikan langsung bagaimana lembaran sejarah manusia dibalik dan lembaran baru dibuka. Generasi kita mendapat privilese itu (Frans Magnis Suseno)"

I. Prolog
Hidup dalam zaman dengan perkembangan informasi dan teknologi yang kian canggih membuat kita merasa bahwa dalam episode sejarah kitalah generasi paling beruntung. Sejak ditetapkan keputusan MPR No. XVII tahun 1998 tentang hak setiap orang untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya (pasal 20), jumlah pengguna (user) berbagai sarana teknologi dan informasi makin membengkak. Teknologi manual perlahan-lahan ditinggalkan. Dunia seolah-olah memasuki era baru dengan teknologi yang lebih canggih.
Kemajuan teknologi dan informasi bisa dilihat lewat munculnya berbagai situs jaringan sosial. Dunia seberang yang sama sekali tidak terbayangkan kini ada di hadapan kita, hanya terpisah oleh kaca monitor. Salah satu situs jaringan sosial yang paling banyak diakses adalah Facebook. Sejak didirikan pertama kali pada tahun 2004, situs ini kemudian tumbuh menggurita hampir di semua belahan dunia. Kini Facebook menjadi situs jejaring sosial terbesar di dunia. Hingga Januari 2010, sarana komunikasi terbuka ini membukukan lebih dari 350 juta pengguna (user) aktif. Indonesia sebagai Negara berkembang menempati urutan kedua (setelah Amerika Serikat) pengguna facebook terbanyak yakni 15,3 juta. Inilah revolusi informasi yang mencengangkan.
Meskipun demikian, perkembangan ini tidak melulu indentik dengan kemajuan postif. Di dalamnya tentu diringi pula dengan sejubel persoalan kemanusiaan padahal teknologi kemanusiaan hanyalah alat bantu. Faktor kemanusiaanlah yan gharus diutamakan untuk perkembangan dan pelayanan sebanyak mungkin umat manusia. Dalam tulisan ini penulis berusaha membaca adanya bahaya kapitalisme dalam bidang informasi sebagai dampak negatif dari penggunaan Facebook ini. Tanpa berpretensi menepiskan semua hal positif dari situs jaringan ini, penulis coba membaca adanya unsur kapitalisme dalam situs jejaring ini.

I. Sekilas Tentang Facebook
1.1 Facebook : Apa itu?
Facebook adalah situs jaringan sosial dimana para pengguna dapat bergabung dalam komunitas seperti kota, kerja, sekolah, dan daerah untuk melakukan koneksi dan berinteraksi dengan orang lain. Dengan jaringan sosial ini, kita dapat berinteraksi oorang lain dari seluruh dunia. Facebook menjadi salah satu media social network yang sangat popular dan paling banyak diakses. Berbagai macam tampilan dan layanan tersedia di dalamnya. Setiap orang dapat menampilakan profil diri lengkap dengan foto-fotonya, bersosialisasi dengan orang-orang yang punya hobi sama, bergabung dalam fans club selebriti atau tokoh idola kita, berbagi cerita dan kegiatan kita, atau chatting online dengan pengguna lain.
Selain itu, facebook merupakan salah satu layanan jaringan sosial internet yang tidak mengeluarkan banyak uang. Kita bisa membentuk jaringan pribadi di dalamnyak jaringan dengan mengundang teman kita untuk bergabung. Dan dari jaringan yang kita bentuk, kita dapat memperhatikan aktifitas mereka, mengikuti permainan atau join game yang direkomendasikan, menambahkan teman atau jaringan kita berdasarkan organisasi sekolah, daerah domisili kita, dan seterusnya. Pada akhirnya kita bisa mengatakan Facebook sepertin dunia kecil baru sebesar layar monitor kita.

1.2 Asal-muasal Terbentuknya Facebook
Situs jejaring sosial bermula dari seorang remaja nakal bernama Mark Zuckerberg, yang tinggal di Dobs Fery, pinggiran Kota New York, Amerika Serikat. Pada tahun 2002 Mark melanjutkan studi di Harvard University. Di perguruan tinggi paling bergensi ini, Mark membuat ulah dengan cara meng-hacker (menjahili) situs data base mahasiswa milik universitas Harvard. Sanksi berat pun akhirnya ia terima. Tetapi tidak membuatnya merasa kapok karena Mark yang saat itu baru berusia 20 tahun malah mengkombinasikan data base online di kampusnya dengan situs-situs jejaring sosial yang sudah terkenal seperti Friendster dan Myspace. Mark akhirnya memberi nama karyanya itu dengan sebutan Facebook.
Pada tahun 2004, Mark bersama ketiga temannya meluncurkan Facebook dari sebuah kamar asrama yang ditempatinya. Karena banyak mahasiswa yang bergabung, pada bulan Agustus 2005 Mark memformalkan Facebook menjadi perusahan setelah mengeruka laba 12,7 juta dolae AS. Tahun 2006 Mark menolak tawaran Yahoo yang mau membeli Facebook senilai 240 juta dolar. Sejumlah top eksekutif dunia maya pun mulai bergabugn seperti perusahan raksasa google. Kini facebook menjadi situs jejaring sosialterbesar di dunia. Sampai dengan januari 2010, sarana komunikasi terbuka ini membukukan lebih dari 350 juta pengguna (user) aktif.

1.3 Fenomena Facebook di Indonesia
Indonesia menempati posisi kedua pengguna facebook terbanyak yakni 15,3 juta pengguna hingga januari 2010 setelah Amerika serikat. Meski Facebook telah lahir beberapa tahun sebelumnya namun penggunaan jejaring sosial di internet ini baru meningkat pesat di Indonesia pada tahun 2008 meninggalkan situs jejaring yang populer sebelumnya seperti Friendster dan Myspace. Peningkatan pesat pengguna Facebook di Indonesia salah satunya dipicu mudahnya penggunaan akses Facebook menggunakan telepon selular. Terutama yang sudah meletakkan fitur Facebook sebagai fitur standar atau favorit dari beberapa merk telepon selular diantaranya peningkatan pesat penggunaan merk BlackBerry. Pada 2009 fitur Facebook bahkan menjadi nilai jual tersendiri bagi para produsen telepon selular yang menjual produknya di Indonesia. Pada perkembangannya para pengguna internet pemula mengakses Facebook lebih awal sebelum menggunakan fitur internet lainnya. Berikut ini data statistik pengguna Facebook di Indonesia beberapa bulan terakhir.
• Pertumbuhan pengguna Facebook di Indonesia tahun 2008 adalah 645% menjadi 831.000 pengguna di akhir tahun, menjadi negara dengan tingkat pertumbuhan pengguna tertinggi di Asia
• September 2009 pengguna Facebook di Indonesia telah mencapai 8.520.160 dengan pengguna baru 8.23juta orang bergabung dalam 12 bulan terakhir.
• Oktober 2009 pengguna Facebook di Indonesia mencapai 9.713.580 pengguna, negara ketiga tercepat tumbuhnya di Asia setelah Filipina dan Taiwan dalam sebulan terakhir.
• November 2009 pengguna Facebook di Indonesia tumbuh pesat kembali dalam 1 bulan terakhir menjadi 12.189.100 pengguna dan tumbuh paling pesat se Asia dalam 1 bulan terakhir.
• Desember 2009 pengguna Facebook di Indonesia masih paling tinggi mencapai 13.870.120 pengguna, tertinggi di Asia baik dalam jumlah maupun tingkat pertumbuhan.
• Februari 2010 pengguna Facebook di Indonesia mencapai 17.301.760 pengguna.
• Maret 2010 pengguna Facebook di Indonesia mencapai 19.094.640 pengguna, tetap tumbuh tinggi di dunia
• April 2010 pengguna Facebook di Indonesia mencapai 21.027.660 tumbuh tertinggi kedua di Asia setelah Malaysia serta melampaui pengguna Facebook di Turki selama bulan Maret 2010.
• Data per 15 April 2010 adalah 22.378.640 pengguna di Indonesia
3. Kapitalisme Informasional
Dalam kajian ini penulis hendak menguraikan bahwa Facebook merupakan bagian dari kapitalisme global yang mencengkram sendi-sendi kehidupan kita. Sitim kapitalisme ini tidak disadar bahkan belum terbaca sama sekali oleh kebanyakan orang, sehingga di sini perlu dibicarakan sistim kapitalisme ini serta beberapa jalan keluar yang dianjurkan.

3.1 Dimana Letak Kapitalismenya?
Merujuk pada pengertian kapitalisme yang diuraikan Karl Marx dalam bukunya Das Kapital (teori sosial ekonomi), kita memahami bahwa kapitalisme merupakan suatu sistem perdagangan yang menekan salah satu kelompok kecil demi meraup keuntungan sebesar-besarnya. Keuntungan itu bisa berasal dari nilai lebih, tetapi juga dari nilai tukar komoditi. Dalam sistem kapitalisme, para pemegang modal dan kaum kapitalis paling banyak mendapat keuntungan sementara masyarakat kecil memperoleh hanya sedikit keuntungan dari keseluruhan usaha dan kerja keras mereka. Dewasa ini, sistem kapitalisme tetap ada dan makni mengglobal dalam diri para investor asing yang menanamkan modal di wilayah kita. Setelah meraup keuntungan yang besar dari hasil bumi kita, mereka meninggalkan kita dengan kondisi alam yang memprihatinkan.
Yang menjadi pertanyaan adalah dimana letak kapitalisme dalam situs jaringan sosial seperti Facebook? Pada Kenyataan tidak ada uang yang dikeluarkan ketika kita bergabung dengan Facebook. Malah berbagai kemudahan difasilitasi oleh Facebook secara gratis. Terhadap pertanyaan seperti ini, mungkin lebih baik kita melihat dengan pendekatan logika kapitalisme. Meskipun tidak secara langsung mnggeruk kekayaan bumi Indonesia, tetapi pada akhirnya yang mendapatkan keuntungan besar adalah pemilik facebook itu sendiri yang tidak lain adalah warga negara asing. Meningkatnya pengguna Facebook akan memperbesar pendapatan sang pemilik yang berbasis di Amerika Serikat ini.

3.2 Facebook Dalam Ruang Kapitalisme Global
Perdebatan kapitalisme di Indonesia seringkali mencurahkan perhatian yang besar pada perusahaan multinasional yang mengeruk kekayaan negeri ini bertahun-tahun lamanya (seperti Chevron, Freeford, dan Shell), kapitalisme yang diusung oleh institusi keuangan global, dan produk-produk seperti Mc Donnald, dan KFC (Kentucy Fried Chicken), ataupun Microsoft yang mencantumkan lsensi produknya dengan harga yang mahal. Banyak yang tak sadar bahwa situs perkawanan Facebook adalah bagian dari kapitalisme global. Mengapa penulis katakan demikian, karena banyak aktivis kampus, dosen, dan tokoh masyarakat yang selama ini getol menyuarakan “Anti Kapitalisme” dan “Anti Globalisme” menjadi anggota dari situs ini. Berapapun banyak teman yang ada dalam jaringan Facebook, tidak memberikan pengaruh signifikan dalam hubungan sosial. Bahkan tidak pula menaikkan popularitas. Kegiatan virtual di Facebook hanyalah tamasya imajinasi. Hubungan yang terjalin adalah antarpelancong yang sedang melepas beban kehidupan nyata mereka.
Meningkatnya pengguna Facebook akan memperbesar pendapatan sang pemilik perusahaan yang berbasis di Amerika Serikat ini. Sebagaimana diketahui, Facebook tak sekedar situs komunitas sosial, tapi sebuah cooperate yang bermain dengan logika dagang untung dan rugi. Anggota memang tidak membeli produk dalam bentuk barang. Malahan kegiatan yang dilakukan, dan keasyikan dengan perjumpaan dengan berbagai karakter manusia dari berbagai penjuru dunia, dilakukan sebatas sarana memperluas persahabatan. Semuanya diberikan gratis dan manfaat yang didapatkan juga berjibun. Logika inilah yang dianut oleh pengguna Facebook terutama di Indonesia. Gencarnya kampanye kenikmatan memakai Facebook telah menular secara cepat sehingga tak salah pertumbuhan pengguna facebook di Indonesia meningkat gratis. Demam Facebook telah menaikkan posisi ekonomis perusahaan ini.

3.3 Mengekspor “Nothing” Bukan “Something”
Apa yang sebenarnya ditawarkan oleh Facebook secara gambling? Inilah pertanyaan penting karena dalam konteks kapatalisme segala sesuatu mengandaikan wujud barang-barang produk yang riil. Yang dijual oleh Facebook adalah “nothing” (bentuk yang dibayangkan dan dikontrol secara sentral yang seluruh/sebagian besar kosong dari isi yang distingtif). “Mengekspor “nothing” ke seluruh dunia lebih mudah ketimbang menjual barang-barang yang penuh dengan isi (something). Karena produk “something” lebih besar kemungkinan untuk ditolak oleh beberapa kultur dan masyarakat karena isinya bertentangan dengan nilai dan kearifan lokal. Facebook adalah bentuk komersialisasi “nothing”, yang sekarang sukses meraup keuntungan luar biasa. “Nothing” apa yang dijual Facebook? Naluriah alamiah manusia untuk berinteraksi secara menyenangkan. Ini adalah bisnis psikologis. Mula-mula memang hanya mampu mengaet ribuan orang (1200 mahasiswa Harvard). Dengan kejituan strategi bisnis lewat analisis ilmiah psikologi yang mampu dimainkan oleh Sang Kreator, Facebook berhasil menghipnotis jutaan orang di dunia.
Bertolak dari pemahaman di atas, kita kemudian masuk dan mulai membaca bentuk kapitalisme dalam dunia komunikasi dan informasi. Inilah bentuk kapitalisme baru yang oleh Manuel Castells dalam bukunya, The Information Age: Economic, Society, and Culture, disebut dengan istilah “kapitalisme informasional”. Term kapitalisme informasional ini merujuk pada masyarakat yang perkembangan sumber utama produktivitasnya adalah kapasitas kualitatif untuk mengoptimalkan kombinasi dan penggunaan faktor-faktor produksi berbasis pengetahuan dan informasi. Penyebaran kapitalisme informasional menimbulkan efek ekploitasi, eksklusi, ancaman terhadap diri, dan identitas. Kapitalisme informasional ini mendasarkan diri kepada kapasitas untuk menghasilkan, memproses, dan mengaplikasikan pengetahuan informasional secara effisien. Kapitalisme model ini tidak lagi memperoleh uang melalui proses produksi, tapi sistem jaringan global dimana uang diperoleh tanpa batas.

3.4 Pengaruh Watak Konsumerisme
Penggemar Facebook di Indonesia rata-rata adalah golongan tingkat ekonomi menengah ke atas. Tentu ini menjadi peluang bisnis yang potensial bagi penawaran barang dan jasa. Pelanggan iklanpun berdatangan dan semakin ramai seiring meningkatnya popularitas Facebook. Tak tanggung-tanggung, menghadapi pemilu 2009 ini parpol dan para caleg ikut berkampanye lewat Facebook. Dari sinilah pundi-pundi income mengalir ke perusahaan jaringan sosial virtual ini. Ketika iklan terus ditampilkan dan intensitas mengakses Facebook juga meningkat setiap hari, maka semakin kuatlah image iklan itu di pikiran. Situasi inilah yang diinginkan pemasang iklan, menguasai alam pikiran orang, hingga produk mereka menjadi terkenal dan secara tidak sadar akan dibeli. Timbullah watak konsumeristik yang membelenggu diri. Itu baru dalam batas personal.
Dalam lingkup yang lebih luas (negara), maka biaya bandwith yang mesti dikeluarkan untuk membayar akses luar negeri (karena Facebook berpusat di Amerika Serikat) juga semakin membengkak. Lagi-lagi uang terbang ke tangan asing tanpa kita sadari. Kapitalisme adalah bentuk strategi dagang demi memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dan cendrung mengabaikan keseimbangan ekonomi antar kelas masyarakat. Kapitalisme menciptakan minoritas orang kaya dan mayoritas orang miskin, karena sumber-sumber ekonomi diserap oleh pada kalangan tertentu. Dalam kamus kapitalis, roti yang ada di piring hendak diambil semuanya, dan mereka telah berhasil menempatkan diri sebagai punggawa orang-orang terkaya di dunia, terutama sang owner Mark Zuckerberg.

3.5 Beberapa Jalan Keluar
3.5.1 Mengubah Mentalitas
Salah satu jalan keluar yang bisa membawa kita keluar dair bentuk kapitalisme ini adalah mengubah mentalitas kita. Popularitas Facebook begitu cepat meningkat karena trend ini adalah gaya hidup mahasiswa Harvard dan orang Amerika Serikat. Banyak ungakap yan gkita dengar semisal “Mahasiswa Harvard saja gila sama Facebook”, “Orang-orang AS saja gandrung sama Facebook”. “Harvard itu kan universitas kelas wahid se-dunia! AS itu kan negara maju dan kiblat segala-galanya! Jadi, ketinggalan zaman kalau tidak punya Facebook!”. Ungkapan-ungkapan seperti inilah yang akhirnya membelenggu kita sendiri. Secara tak sadar kita akan terjebak masuk dalam bentuk kapitalisme ini. Sulit memang mengubah mentalitas yang sudah tertanam dalam diri kita, tetapi Negara-negara seperti Iran dan Sirya bisa melakukan itu bahkan pemerintah Iran mengeluarkan kebijakan anti Facebook dengan slogan terkenalnya “The enemies seek to assault our religious identity by exploiting the Internet” (Musuh mencoba menyerang identitas keyakinan kami dengan memanfaatkan media internet).

3.5.2 Beralih ke Pola Kehidupan Lokal
Facebook yang muncul dengan latar belakang Amerika Serikat tentu tidak lepas dari kultur individualistik masyarakatnya. Meski demikian, hasrat alamiah ingin berinteraksi dengan orang lain tidak bisa mereka bendung. Maka diciptakanlah ruang-ruang yang bisa menyalurkan hasrat alamiah ini dengan tetap mempertahankan sikap individualistik itu. Tentu sarana yang tepat adalah internet dengan situs jaringan sosial yang bisa diakses secara privat, tanpa harus melibatkan sisi emosional humanistik. Hal ini tentunya berbeda dengan kultur masyarakat Indonesia yang komunal. Tempat ekspresi individu lebih sering dilakukan di komunitas sosial baik itu payuguban maupun organisasi masyarakat, ataupun organisasi keagamaan. Keterlibatan didasarkan pada satu tujuan bersama dan ikatan emosional. Ketika ruang interaksi virtual ala Facebook mendominasi keseharian masyarakat, tentu saja waktu untuk berkumpul secara nyata ikut berkurang. Perlahan sisi humanis memudar karena perhubungan di Facebook lebih mengedepankan imajinasi dan visualisasi.

3.5.3 Situs Tandingan Baru
Salah satu cara praktis untuk memperkecil jumlah pengguna Facebook adalah membuat situs tandingan baru. Hal ini bisa dimungkinkan karena tipikal masyarakat Indonesia yang pembosan. Sebagaimana diungkapkan oleh Psikolog Universitas Indonesia Niken Ardiyanti, demam facebook tidak tidak akan bertahan lama. Sebab para penggemar Facebook di Indonesia akan mudah bosan. “Ini sudah tipikal masyarakat Indonesia. Yang bosenan dan supaya tidak dibilang kampungan. Dulu booming SMS, e-mail, friendster, kini Facebook. sehingga dari pertimbangan ini peluang mengalihkan orang ke situs komunitas yang baru sangat dimungkinkan” . Karakteristik konsumerisme menjadikan kita sebagai orang terjajah, dengan memandegkan kreativitas. Facebook sebagai bentuk penguatan konsumerisme harus dilawan dengan menghadirkan fasilitas web komunitas sosial buatan anak bangsa sendiri. Yang tentunya harus lebih canggih, tapi tetap mengusung nilai-nilai luhur bangsa.

IV. Penutup
Melihat fenomena Facebook akhir-akhir ini membuat kita tidak segan-segannya mengamini apa yang diramalkan Futurolog Alvin Toffer lewat teorinya “future shock” yang membagi perkembangan dunia dalam tiga revolusi besar. Dua gelombang revolusi telah kita lewati yakni pertanian dan perindistrian. Kini kita berada dalam gelombang ketiga (the third wave) yakni era informasi dan komunikasi. Pergaulan manusia tercebur dalam ranah ciber (cyberspace). Manusia kni lebih suka ‘nimbrung’ dalam pergaulan global di depan monitor. Persoalan muncul ketika manusia tidak menyadari bahaya lain yang ditawarkan berbagai produk teknologi dan informasi. Situs jejaring sosial Facebook merupakan salah satu dari produk perkembangan dunia informasi, yang paling banyak menyedot perhatian di mata dunia. Tanpa kita sadar Facebook juga membentuk kapitalisme baru dalam dunia informatika. Sudah saatnya kita sadar bahwa Fecabook merupakan bentuk kapitalisme yang meraup keuntungan besar dengan pengguna yang tersebar di seluruh belahan dunia, termasuk Indonesia.


Daftar Pustaka

I. Buku-buku
Frans magnis-Suseno, Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis ke Perselisian Revisionisme Jakarta: Gramedia, 2005.
Moedjanto G,dkk (Editor), Tantangan Kemanusiaan Universal. Yogyakarta: Kanisius, 1992.
Ninuk Laksono (Editor), Indonesia Abad XXI di Tengah Kepungan Perubahan Global. Jakarta: Penerbit Harian Kompas, 2000.

II. Majalah dan Websites
Majalah Mingguan Hidup Edisi 18 April No. 16 Tahun ke-64
http//id.wikipedia.org/wiki/facebook
http://www.forumkami.com/forum/fb/10775-sejarah-facebook-singkat-padat.html
http://grelovejogya.wordpres.com/2009/03/29/fenomena-facebook-di-indonesia
http://www.detiknews.com/24-Februari-2009

1 komentar:

  1. wow...nice info...


    hanya mau berkomentar...

    meskipun nampaknya tulisan ini menitikberatkan pada isu konsumerisme namun di sisi lain, fb justru menumbuhkan kreatifitas dan produktifitas, hal ini terbukti dari banyaknya gadget dan aplikasi baru yang berusaha mendukung situs ini. kemunculan gadget dan aplikasi baru ini adalah salah satu indikasi peningkatan produktivitas.

    jadi selama konsumerisme meningkat, di sisi lain produktivitas akan meningkat pula.
    alam selalu berusaha menjaga ekuilibrium.

    :D

    BalasHapus