Senin, 01 Maret 2010

Wahyu Allah Sebagai Komunikasi Simbolis

Awal kata

Kata-kata St. Paulus, Allah bersemayam dalam terang yang tak terhampiri. Seorang pun tidak dapat melihat Dia dan memang manusia tidak dapat melihat dia”, seakan-akan menghantar manusia pada suatu ekspansi kesadaran tentang relasi dialogal antara Allah dan manusia. Allah mengenal manusia secara utuh, tetapi tidak secara otomatis manusia mengenal Allah secara utuh pula. Karena itu selalu saja ada usaha dari manusia untuk mengenal Allah secara utuh, bukannya samar-samar. Salah satu usaha manusia itu adalah dengan menciptakan simbol-simbol untuk lebih mengenal Allah meskipun pada kenyataannya manusia tidak mungkin membuat suatu gambaran yang lengkap tentang Allah. Begitu pula dalam memahami makna yang lebih komprehensif tentang wahyu, simbol-simbol yang ada dapat dijadikan jembatan penghubung untuk memahami wahyu itu sendiri secara baik. Dalam kaitannya dengan simbol ini, Avery Dulles membagi lima tipe wahyu sesuai dengan lima cara berpikir. Kelima tipe wahyu ini juga menjadi model-model wahyu. Untuk menjembatani perbedaan antara kelima model wahyu, mengisi kekuarangan pada setiap model, dan menetapkan suatu teologi yang koheren, Dulles menyodorkan suatu pendekatan yang tersendiri, yakni wahyu sebagai komunikasi simbolis.

Arti Simbol
Kata simbol berasal dari bahsa Yunani, dari kata symbolon. Secara etimologis symbol dapat dimengerti sebagai tanda indrawi, barang, tindakan, ataupun konsep yang menyatakan realita lain di luar dirinya. Simbol memiliki lingkup makna dan kandungan isi yang sangat luas. Sebab itu simbol merupakan alat yang kuat untuk memperluas penglihatahn kita, merangsang daya imaginasi kita dan memperdalam pemahaman kita. Simbol bukan hanya menunjukk sesuatu atau hal tetapi juga mengandung suatu realitas yang lebih tinggi dari yang dilambangkan. Namun simbol tidak sama dengan yang abstrak dan tak bermakna. Simbol dapat berfungsi menghubungkan manusia dengan apa yang berada di luar jangkauan kemampuannya atau yang melampauinya.
Berkaitan dengan hubungan antara simbol dan wahyu menurut pendekatan yang dilakukan oleh Dulles, wahyu itu tidak pernah terjadi dalam pengalaman yang secara murni batiniah atau suatu pertemuan langsung dnegan Allah. Wahyu selalu terjadi dengan perantaraan simbol yakni melalui tanda-tanda lahiriah yang bekerja secara rahasia pada kesadaran manusia. Simbol-simbol wahyu adalah simbol-simbol yang menyatakan dan mengantarai komunikasi diri Allah. Simbol-simbol bisa ditemukan dalam mitos-mitos, alegori-alegori, perumpamaan-perumpamaan karena di dalamnya sudah terkandung unsur-unsur simbolik. Begitu pula dengan ritus bisa dimengerti sebagai simbolik dalam bentuk tindakan. Oleh partisipasi akan ritus tersebut seseorang akan sanggup melihat arti definitif untuk mengitegrasikan unsur-unsur negatif dalam hidupnya dan mengalami kuasa dari yang suci.

Simbolisme Wahyu dalam Kitab Suci

Dalam kitab suci juga terdapat wahyu-wahyu besar yang mengandung banyak unsur simbolisme. Dalam perjanjian lama misalnya berbagai tanda heran dalam peristiwa keluaran, teofani di gunung Sinai, suara halus dan lembut yang didengar oleh Elia, penglihatan dari nabi-nabi besar, ekstase dari para penglihat apokaliptis, merupakan contoh bahwa dalam kitab suci pun telah ada wahyu-wahyu yang mengandung unsur simbolis. Dalam perjanjian lama tulisan-tulisan para nabi menampilkan gambaran-gambaran yang sangat berbeda dengan tegangan, dialog, dan interaksi. Perjanjian antara Allah dan bangsanya menjadi simbol tertinggi suatu kebersamaan.
Dalam perjajian baru, unsur-unsusr simbolik bisa dilihat dalam kehidupan Yesus sendiri. Perkandungan dan kelahiran-Nya, adanya suara dari langit dan Roh Kudus yang turun seperti burung merpati memperlihatkan fenomena ilahi yang menyertai Yesus dalam penampilan-Nya, dalam karya pelayanan-Nya yang ditandai dengan pelbagai mukjizat dan transfigurasi, sampai akhirnya dengan tindakan simbolis kematian-Nya di salib. Peristiwa-peristiwa dan tanda-tanda yang berlangsung dalam sejarah ini dilakukan dengan sangat mengesankan sebagai simbol-simbol yang penuh arti dan sebagai pintu masuk melaluinya keselamatan terjelma dalam bahasa. Bukan saja peristiwa-peristiwa sejarah biblis tetapi juga tema sentral dalam ajaran para nabi, Yesus, dan rasul-rasul mengambil bentuk simbolik.

Kesamaan Antara Simbolisme dan Wahyu

Dalam kitab suci kita tidak menemukan bahwa wahyu dari kodratnya sendiri harus bersifat simbolis. Untuk membuktikannya orang harus membangun sebuah argumen teoretis atas dasar hakekat wahyu itu sendiri. Tetapi argument-argumen itu bisa juga menimbulkan adanya anggapan-anggapan antropologis dan teologis yang tidak jelas. Sebab itu sambil mengakui keterbatasannya, Avery Dulles berusaha mengemukakan satu argumen yang didasarkan atas paralelisme antara ciri-ciri komunikasi dengan ciri-ciri wahyu yang dikategorikan dalam empat ciri khas. Pertama, simbol tidak memberikan pengetahuan spekulatif tetapi partisipatoris, yakni suatu pengetahuan yang boleh dikatakan menuntut keterlibatan. Simbol tidak pernah menjadi suatu objek belaka. Hal ini sebanding dengan ungakapan Nathan Mitchel, simbol bukanlah suatu objek yang dapat dimanipulasi melalui perbuatan, meniru atau mengingat tetapi suatu lingkungan yang harus dialami. Karena itu dalam ciri kedua, simbol mesti mengandung suatu daya transformatif sejauh ia melibatkan partisipasi secara personal. Kekuatan penyembuh dari simbol dibuktikan secara dramatis dalam psikoterapi. Ketiga, simbol memiliki pengaruh kuat atas keterlibatan dalam tingkah laku. Keempat, simbol memasukkan kita ke dalam kesadaran yang biasanya tidak dapat dicapai oleh pemikiran diskursif.
Beberapa kualitas pengetahuan simbolik memperjelas betapa simbol dapat menjadi suatu sarana khusus yang cocok bagi wahyu karena pada level transenden, kualitas-kualitas wahyu sejajar dengan kualitas dari komunikasi simbolik seperti yang dijelaskan di atas. Akhirnya karakter simbolik wahyu memberikan pengetahuan akan misteri-misteri yang tidak mungkin dapat dipahami oleh akal budi. Namun karakter misterius dari wahyu tidak akan melenyapkan paham akal budi karena seperti yang ditegaskan konsili vatikan I: “Akal budi bila diterangi oleh iman, dengan bantuan Allah dapat memperoleh suatu pengetahuan yang pasti dan sangat berguna”. Dnegan maksud demikian konsili menegaskan kemungkinan bagi akal budi untuk mengenal Allah pada suatu pihak dan kerelaan Allah untuk memperkenalkan dirinya pada pihak lain.

Penutup

“Allah yang memberikan hidup dan nafas serta segala sesuatu pada semua orang (Kis 17:25)”. Allah itu tidak tinggal tersembunyi tetapi perlahan menyatakan diri kepada manusia. Allah menyatakan dirinya bukan hanya untuk memperkenalkan dirinya saja tetapi juga mengungkapkan kepada manusia rencana keselamataNya. Wahyu Allah bukan informasi melainkan kemunikasi partisipatif. Partisipasi manusia sebagai tanggapan atas komunikasi Allah itu dimanifestasikan dalam simbol-simbol, seperti yang secara sederhana ditegaskan oleh Samuel Taylor Coleridge bahwa hanya oleh simbol-simbol kita dapat memperoleh pengetahuan intelektual tentang yang ilahi. Melalui simbol-simbol kita bisa memahami wahyu Allah secara baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar